Hasan Al-Bashri (Hasan Al Basri, Al Hasan) adalah ulama dan cendekiawan muslim yang hidup pada masa awal kekhalifahan Umayyah. Hasan Al Bashri berguru pada para sahabat Nabi Muhammad SAW, antara lain Utsman bin ‘Affan, Abdullah bin Abbas, ‘Ali bin Abi Talib, Abu Musa Al-Asy’ari, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah and Abdullah bin Umar (–r.a.–).
Hasan Al Bashri, seorang alim yang luas dan tinggi ilmunya, terpercaya, seorang hamba Alloh yang ahli ibadah lagi fasih bicaranya. Beliau salah seorang fuqoha (ahli fiqih) yang berani berkata benar dan menyeru kepada kebenaran dihadapan para pembesar negeri dan seorang yang sukar diperoleh tolak bandingnya dalam soal ibadah.
Dikisahkan dari Hasan Al-Bashri, bahwa ia sedang duduk di dekat pintu rumah ketika sedang lewat jenazah seseorang laki-laki, dibelakangnya diikuti banyak orang, sedang di bawah jenazah berjalan seorang anak kecil perempuan dengan rambut terurai sambil menangis.
Al-Hasan mengikuti jenazah. Sedangkan anak perempuan yang di bawah jenazah itu berkata: “Hai bapakku, mengapa tiba hari yang semacam ini dalam hidupku?”
Al-Hasan berkata kepada anak perempuan itu: “Tidak akan datang lagi hari yang seperti ini kepada ayahmu”.
Al-Hasan mensholatkan jenazah, kemudian pulang.
Keesokan hari, Al-Hasan pergi ke masjid untuk sholat shubuh, setelah itu duduk di dekat pintu rumah. Tiba-tiba ia melihat anak perempuan yang dilihatnya kemarin lewat sambil menangis dan berziarah menuju makam ayahnya.
Al-Hasan berkata, “Sesungguhnya anak perempuan ini cerdas, sebaiknya kuikuti dia, barangkali ia akan mengucapkan perkataan yang bermanfaat bagiku”.
Al-Hasan mengikuti anak itu. Ketika ia tiba di makam ayahnya, Al-Hasan bersembunyi.
Anak perempuan itu memeluk makam sang ayah dan meletakkan pipi di atas tanah seraya berkata,
“Wahai ayahku, bagaimana engkau tinggal di dalam kegelapan makam seorang diri tanpa lampu maupun penghibur?”
“Wahai ayahku, kemarin malam kunyalakan lampu untukmu, siapakah yang menyalakan lampu bagimu tadi malam?”
“Wahai ayahku, kemarin malam kupijit kedua tangan dan kakimu, siapakah yang memijitmu tadi malam?”
“Wahai ayahku, kututupi anggota-anggota badanmu yang terbuka kemarin malam, siapakah yang menutupimu tadi malam?”
“Wahai ayahku, kuberi engkau minuman, siapakah yang memberimu minuman tadi malam?”
“Wahai ayahku, kemarin malam aku merenungi wajahmu, siapakah yang merenungi wajahmu tadi malam?”
“Wahai ayahku, kemarin malam engkau memanggilku dan aku menjawab panggilanmu, siapakah yang engkau panggil tadi malam dan siapakah yang menjawab panggilanmu?”
“Wahai ayahku, kemarin malam kuberi engkau makanan ketika engkau ingin makan, apakah tadi malam engkau menyukai makanan dan siapakah yang memberimu makanan?”
“Wahai ayahku, kemarin malam aku memasak macam-macam makanan untukmu, siapakah yang memasak untukmu tadi malam?”
Al-Hasan pun menangis dan menampakkan diri kepada anak perempuan itu, kemudian berkata,
“Wahai anakku, janganlah engkau mengucapkan kata-kata ini, akan tetapi katakanlah!”
“Wahai ayahku, kami telah menghadapkanmu kearah kiblat, apakah engkau tetap demikian ataukah telah dihadapkan ke tempat lain?”
“Wahai ayahku, kami telah mengkafanimu dengan kafan terbaik, apakah tetap begitu ataukah kafan itu telah ditanggalkan darimu?”
“Wahai ayahku, kami telah meletakkan badanmu di dalam kubur dalam keadaan utuh, apakah engkau tetap begitu ataukah engkau telah dimakan cacing?”
“Wahai ayahku, para ulama berkata bahwa kubur itu dilapangkan bagi sebagian manusia dan disempitkan bagi sebagian yang lain, Apakah kubur itu terasa sempit bagimu ataukah terasa lapang?”
“Sesungguhnya para ulama berkata, bahwa sebagian mereka diganti kafannya dari surga dan sebagian lainnya diganti kafan dari neraka, apakah kafanmu diganti dari neraka atau kafan dari surga?”
“Wahai ayahku, sesungguhnya para ulama berkata, bahwa kubur itu bisa merupakan salah satu kebun surga atau salah satu parit neraka, apakah kuburmu seperti Surga ataukah Neraka?”
“Wahai ayahku, sesungguhnya para ulama berkata, bahwa kubur itu memeluk sebagian penghuninya seperti ibu yang penuh kasih sayang dan bisa membenci serta menghimpit sebagian manusia hingga tumpang tindih tulang-tulang rusuk mereka, apakah kubur ini memelukmu atau membencimu?”
“Wahai ayahku, para ulama berkata, bahwa siapa yang diletakkan dalam kubur, bila ia seorang yang bertaqwa iapun menyesal karena kurang banyak berbuat kebaikan dan bila ia seorang berdosa ia menyesal mengapa telah melakukan maksiat, Apakah engkau menyesal atas dosa-dosamu atau karena sedikitnya kebaikanmu?”
“Wahai ayahku, jika aku memanggilmu tentu engkau menjawab panggilanku dan selama aku memanggilmu di kepala kuburmu mengapa aku tidak mendengar suaramu?”
“Wahai ayahku, engkau telah pergi dan aku tidak bisa berjumpa denganmu hingga hari kiamat, Ya Alloh… janganlah engkau haramkan kami dari pertemuan dengannya pada hari kiamat.”
Kemudian anak perempuan itu berkata, “Hai Al-Hasan, alangkah baiknya perkataan yang engkau ucapkan untuk ayahku dan alangkah baiknya nasehatmu kepadaku dan peringatanmu terhadap orang-orang lalai.
Setelah kejadian itu, kemudian pulanglah anak perempuan itu bersama Hasan Al-Bashri, keduanya pulang sambil menangis.
Kisah Hasan Al-Bashri dan Anak Perempuan ini hendaklah dapat dijadikan renungan teladan, karena setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Dan setiap yang sudah mati itu akan menghadapi satu alam yang sangat hebat yaitu alam kubur. Mudah-mudahan kita mendapati alam kubur kita sebagai tempat yang membahagiakan dan sebaik-baiknya. Aamiin.